Senin, 31 Maret 2014

Setelah pulang ke Sumut, lalu mencari kerja .

Setelah selesai ujian Sarjana, aku pulang dulu ke Sumut, naik kapal dari Tanjung Priok, dua malam sampai di Belawan, adik-adikku telah menjemputku di Belawan. Kami pulang ke Tebingtinggi, dengan mobil taxi carteran, nggak terasa begitu cepat sampai di rumah kami di jalan Siantar, dimana Ayah dan Ibuku sudah menunggu kami. Setelah melepas rindu, karena ada beberapa tahun aku nggak pulang, sesuai janjiku hanya sekali pulang di tengah perkuliahan, setelah lulus baru pulang lagi.Kini itu telah kupenuhi, dan mulailah dibicarakan apa rencana selanjutnya, terlihat Ober sekolahnya kurang maju, terutama setelah dia SMA di Medan. Renti kuliah di Akademi Pimpinan Perusahaan, Medan,bersama dgn saudara kami Kardiman Simarmata, dan Riomsi kuliah di USU FIPIA ,bersama saudara kami Marlen Simarmata. Disatu pihak Ortu telah merasa berat bangat beban hidup, maka sebagai langkah pertama Ober akan saya pindah ke Bandung,agar lebih serius belajarnya, dan mulai ketahuan ada masalah-masalah dalam keluarga. Saya pulang sebentar  ke Samosir,melihat Ompung dan keluarga disana, dan hanya dua hari sudah balik lagi ke Tebingtinggi. Kini harus main cepat cari kerjaan,karena sudah ada tuntutan tanggung jawab. Maka setelah berkumpul beberapa hari dengan keluarga besar di Tebingtinggi, maka akupun segera balik ke Jakarta dan Bandung, dari Polonia,ini semua dalam bulan Agustus 1973. Aku ke Bandung sebentar,lalu ke Jakarta,untuk urusan administrasi dalam rangka melamar pekerjaan. Saya melamar di PLN Pusat, mengikuti testing oleh beberapa Kepala Dinas di PLN Pusat, antara lain saya ingat Kepala Dinas Kepegawaian, Kepala Dinas Teknik Gardu Induk dlsb, saya tunjukin Tugas Akhir Saya,dan bukti kerja praktek di PLTU Priok, PLN LMK,dan PLN Cabang Bandung,prinsip saya diterima,namun harus mengikuti ujian test kesehatan, dan physichotest. Setelah ini semua saya lalui, maka saya diputuskan ditempatkan di PLN Wilayah Jawa Timur, terhitung mulai tanggal 1 September 1973. Saya diberi SPPD, Surat Perintah Perjalanan Dinas,selama tiga hari, tapi saya tidak ngerti maksudnya, lalu terima apa adanya,tiket dan ada uang saku, rupanya kalau mau nginap di Hotel bisa tiga hari sambil cari pemondokan. Di Jakarta sempat juga aku cari indekost, selama proses penerimaan kerja di PLN itu. Sewaktu sampai di Surabaya, kebetulan sudah agak malam, saya naik taxi,dari Bandara Juanda, langsung naik taxi,berlagak tau, didalam taxi,pengemudi tanya, mau kemana pak, lalu saya jawab dengan stel yakin, Tegal Sari, kuingat ada Asrama Mahasiswa GMKI, benar aku bisa nompang beberapa malam disitu,sesudah itu dapatkan tempat kost di Jalan Pregolan Bunder. Saya pindah kesini, setelah melapor dulu ke kantor PLN Wilayah Jatim,di jalan (Embong) Trengguli Surabaya. Semua urusan beres, sekalian pindah rumah ke kos-kosan, terima kasih kawan-kawan GMKI, yang telah membantu, Puji Tuhan !

Persiapan dan Pelaksanaan Ujian Sarjana.

Awal tahun 1972, Ayahku mengirim surat padaku, yang nulis adalah adikku Riomsi boru Simarmata,isinya agak mengejutkan aku, karena ada desakan agar segera lulus, saya tidak ingin kamu aktif berorganisasi, tugasmu adalah menyelesaikan kuliah. Tanpa kusadari satu saat rupanya para orang tua mahasiswa mendapatkan Berita-Berita ITB, dan disana dimuat aku yang menjadi Ketua I MPM ITB, sebagaimana biasa aku lantas jadi bingung, karena aku tidak mau mengecewakan orangtuaku,walau praktis mereka sudah nggak ngirim biaya hidupku lagi,karena aku menerima dua beasiswa,seperti yang sudah kujelaskan didepan, namun aku tidak mau mengecewakan orangtuaku. Segeralah lulus ! Tahun 1972,praktis semua kegiatan organisasi kutinggalkan,perhatian penuh nyusun qolloqium, skripsi,atau biasa disebut tugas akhir. Ada beberapa matakuliah pilihan yang belum sempat kuselesaikan,kutekuni agar segera lewat mata kuliah itu. Puji Tuhan, hampir semua yang kurencanakan berjalan dengan baik. Awal tahun 1973,aku sudah sangat intensif diskusi dengan Pembimbing, aku punya dua Pembimbing,masing-masing Dr.Soejana Sapiie dan Dr.Firman Tambunan. Beberapa kali aku harus ke Jakarta, ke kantor Dr.F.Tambunan di kantor Menteri PUTL, karena beliau disana sebagai Staf Ahli Menteri PUTL dan menemui Dr.Soejana Sapiie juga sering mengalami kendala,karena beliau ini sangat sibuk, saat itu sedang menjabat Direktur LAPI ITB,satu Lembaga Afiliasi Pengembangan Industri. Akhir Juni 1973, skripsiku sudah selesai dijilid, didaftarkan untuk waktu yang tepat buat ujian Sarjana. Kalau saya tidak salah, maka bulan Juli 1973,akupun maju ujian, dengan istilah yg biasa dipakai Meja Hijau. Pembimbingku hadir dua-duanya, dan Tim Penguji ada tiga orang, Dr.Muhammadi, Ir.Tunggal Mardiono MSc, Ir.Harsono MSc. Saya dikasih kesempatan menguraikan skripsiku,judulnya, masih kuingat " Keandalan Sistim Tenaga Listrik Jawa Barat ",lalu satu jam ketiga Penguji diberi kesempatan untuk menanyai aku, mereka silih berganti , dan Pembimbingku kelihatannya membiarkan saja, mereka hanya senyum-senyum saja, melihat aku menjawab para Penguji. Setelah dua jam total, aku keluar ruangan sidang, lalu mereka berunding, dan Dosen Pembimbingku Dr.Firman Tambunan yang duluan memberi ucapan Selamat, dan saat itu dia bilang nilaiku Delapan, lalu Dr.Soedjana Sapiie menyalami aku, lalu para dosen Penguji yang kukemukakaan tadi. Maka sejak saat itu resmilah aku menjadi Sarjana, dgn gelar Ir, selengkapnya Ir Berlin Simarmata. Puji Tuhan.

Minggu, 30 Maret 2014

Kehidupan rohani dari kecil sampai kuliah di Bandung.

Secara samar-samar masih saya ingat, tatkala ada acara Natalan dan Tahun Baru di Simarmata. Menjadi kewajiban bagi anak-anak untuk ikut berliturgi, dalam bahasa daerah kami dikatakan Marayat-ayat, yaitu setiap anak sekolah mengucapkan ayat-ayat Alkitab didepan jemaat HKBP Simarmata. Mungkin saat itu saya sudah kelas satu, atau kelas dua,atau kelas tiga SD, namun masih ikut Singkola Minggu, yaitu acara kebaktian khusus buat anak-anak, artinya terpisah dari para orang tua. Hal ini termasuk yang kami tunggu-tunggu ,karena ini adalah kesempatan mendapatkan baju baru, celana baru namun ada tugas khusus jangan sampai terjadi mogok, saat mengucapkan ayat-ayat yg dipilih buat kita, karena kalau sampai mogok, bukan hanya anak yg malu,tapi orang tua juga malu. Tentu saja aku dibaptis di HKBP Simarmata, orangtuaku tidak ceritra, Pendeta siapa yang baptis, karena Surat Baptis ku sepertinya hilang deh, namun dipastikan sudah dibaptis,karena kalau tidak pastilah guru kami akan menegor saya. Saya ingat, setelah tidak ikut lagi Singkola Minggu,sesekali gabung dengan kebaktian orang dewasa, saat itu hal yang membosankan bagiku adalah khotbah yang terasa lama sekali. Setelah aku menjadi murid SMP, rasanya makin jarang aku ke Gereja,karena pulang sekali seminggu ke Simarmata, dan mengandalkan pelajaran Agama yg didapat di Sekolah saja. Saya teringat masa kecil itu ada seorang bibelvrow, marganya boru Butar-butar, kemudian hari berhenti jadi bibelvrow setelah menikah dgn paramangudaan marga Simarmata, yg kemudian hari jadi guru SMP. Guru Huria dirangkap oleh Kepala SD Simarmata, St Gr Cyrellus Simarmata yg kemudian hari anaknya yg pertama menjadi Ephorus HKBP . Setelah aku pindah ke Tebingtinggi, aku mengikuti pelajaran Sidi. Dari sinilah saya mulai terasa serius,atau sungguhan belajar Alkitab, saat itu aku sudah kelas satu SMA Negeri di Tebingtinggi, kami lama juga belajar sidi itu, sepertinya sembilan bulan deh.
Pada saat aku mendapatkan Sidi, Ayahku yang relatif jarang ke Gereja, biasalah sibuk dengan pajaknya di kota, biasanya hari Minggu itu relatif agak banyak jualannya, hadir di Gereja HKBP Kotabaru Tebingtinggi bersama adik-adikku, ibuku memang relatif sangat rajin beribadah, Koor INA,itu sejak kami masih di Samosir. Kata-kata sidiku adalah :"Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga,tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur ".Itulah yang menjadi Pegangan Hidupku. Setelah lulus SMA di Tebingtinggi, aku berangkat ke Bandung, karena diterima di ITB,jurusan Elektroteknik. Selesai mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan perkuliahan, maka sesuai pesan orang tua, pertama carilah dulu Gereja tempat kamu beribadah. Atas informasi dari kawan-kawan yg duluan kuliah di Bandung, HKBP Bandung, saat itu masih nompang kebaktian di GKI Taman Cibunyut, Jalan Van Depenter no.11. GKI masuk paginya, HKBP agak siang. Beberapa kali kebaktian masih kujangkau dari tempat kostku di Cisitu Lama, atau Dago Atas, namum lama-lama terasa capek dan nambah biaya juga,lalu kuputuskan aku ikut kebaktian GKIdi Gedung Lyceum, atau lebih populer dgn SMA Kristen  di jalan Dago. Kemudian saya masuk Asrama Mahasiswa ITB, makin dekatlah saya kebaktian di GKI Lyceum,namun tanpa saya sadari rupanya HKBP telah punya gereja sendiri, di Jalan Riau,atau kemudian dikenal sebagai Jalan Martadinata. Sesekali pergi juga aku ke Gereja HKBP jalan Riau, ada terasa obat rindu,rindu kampung halaman,dan bisa ketemu kawan-kawan dari berbagai lapisan yang berasal dari Sumut. Jadi selama di Bandung,ada tiga bangunan Gereja yang sempat kudatangi,yaitu GKI Taman Cibunyut jalan Van Deventer, GKI Lyceum dan HKBP Riau , demikian sering disebut. Pernah juga saya sebentar ikut NHKBP, Noposo,atau Muda Mudi, yg kegiatan utamanya adalah Koor, terkenal dengan Koor Bandung Hian, anggotanya kebanyakan mahasiswa juga,antara lain Jacob Tobing dll.Aku tidak lama ikut NHKBP,karena tidak punya talenta Nyanyi, lalu kuimbangi dengan masuk GMKI.
Demikian kehidupan kerohanianku,hanya biasa saja !

Tokoh-tokoh yang saya kagumi selama kuliah di ITB.

1. Kolonel Ir. Kuntoadji, beliaulah pada saat saya masuk ITB yang menjadi Rektor ITB, karena adanya pergolakan mahasiswa di ITB, maka Presiden Soekarno merasa perlu menempatkan seorang perwira TNI AD, yang juga punya gelar akademis, beliau adalah seorang Insinyur Elektroteknik, namun resminya bertugas di Mabesad. Saat kami mengikuti Mapram ITB, beliau sedang tugas ke luar negeri, dan yang menjadi Plt Rektor adalah Prof Dr DA Tisnaamidjaya,yg sehari-harinya adalah Pembantu Rektor urusan Administrasi dan Keuangan. Setelah selesai masa jabatannya di ITB, Ir.Kuntoadji diangkat menjadi Dirut Bapindo,dan pangkat militernya telah bintang dua, Mayor Jenderal .Beliau kalau berbicara lembut sekali, sepertinya lebih menonjol jiwa pendidiknya dari pada militernya. Satu saat beliau kontrol kesehatan di RS Puri Cinere, sayapun melakukan hal yang sama, saya perkenalkan diri saya sebagai bekas mahasiswa beliau di ITB, walau kasih kuliahnya hanya sekali, Network Planning, sangat senang sekali beliau atas sikap saya itu, beliau bersama istrinya yang cantik sekali,namun sangat keibuan. Adik kandung pak Kuntoadji adalah mantan Menteri Pekerjaan Umum, Dr Ir Purnomosidi, mereka adalah keluarga terdidik !
2. Prof Dr DA.Tisnaamidjaya, beliaulah yang menjadi Plt Rektor karena Rektor ITB sedang dinas ke LN,beliau adalah guru besar Biologi ITB, orangnya necis,rambut putih semua,kulitnya juga putih, khas orang Sunda, pak Tisna terpilih melalui cara demokratis untuk dua kali jabatannya, namun jabatan kedua tidak sampai habis,karena beliau diangkat menjadi Dirjen Perguruan Tinggi, lalu menjadi Ketua LIPI,terakhir sebagai Duta Besar RI di Perancis..Kalau memberi ceramah, banyak tersenyum, sesekali keluar bahasa Sundanya, istrinya yg cantik sering mendampingi beliau kemanapun kalau bertugas.
3. Prof Dr Midian Sirait, adalah Pembantu Rektor Urusan Mahasiswa saat aku masuk ITB, kaget bercampur senang,karena ada seorang putra Tapanuli yang menjadi Pembantu Rektor. Adiknya dosen kami di jurusan Elektroteknik Prof Dr Ing KT Sirait,pernah jadi Rektor UKI, dan anggota DPR.Midian Sirait adalah Guru Besar Farmasi, kalah dalam pemilihan Rektor ITB dgn rekannya sesama Pembantu Rektor, tidak membuatnya frustrasi, malah situasi politik dia mainkan dengan cepat, dia menjadi Ketua KASI, Kesatuan Aksi Sarjana Indonesia Cabang Bandung, dari situ menjadi anggota DPR fraksi Golkar, dan dikenal sebagai konseptor Golkar, lalu beberapa tahun menjadi Dirjen Pengawasan Obat dan Makanan di Departemen Kesehatan. Karena Orde Baru berakhir, maka beliaupun putar haluan, menjadi Pengusaha yang sukses,punya pabrik obat.
4. Prof Ir RO Kosasih, beliaulah Rektor pertama ITB, setelah berobah dari Fakultas Teknik dan FIPIA UI menjadi Institut Teknologi Bandung. Bung Karno adalah alumni Setkolah Tinggi Teknik Bandung pada jaman Belanda, dan berobah status beberapa kali, lalu masuk UI, dan akhirnya menjadi ITB. Prof Kosasih orangnya sangat kebapaan, setelah tidak lagi menjadi Rektor, beliau kembali menjadi staf pengajar jurusan Elektroteknik ITB, dan ketemu saya,karena beliau ditugaskan menjadi Wali Kelas saya. Orangnya sangat penuh kebapaan, ada yang bisa saya bantu dik, begitu selalu sapaannya kalau saya menghadap beliau, setiap awal semester kalau sedang pendaftaran perkuliahan. Sangat familier orangnya.
5. Prof Dr Ing Iskandar Alisyahbana, punya istri dokter anak,dosen juga di Fakultas Kedokteran Unpad. Kalau kita dapat kesempatan berbicara dengan Prof Iskandar, rasanya kita sedang terbang tinggi, dunia begitu kecil baginya. Dialah penggagas Satelit Palapa, dia adalah putra Sutan Takdir Alisyahbana, Pujangga Baru, pemilik Universitas Nasional di Jakarta. Terpilih jadi Rektor ITB, setelah Prof Doddy meninggalkan jabatan Rektor,dan pindah menjadi Dirjend PT. Iskandar terpilih secara demokratis, karena pada periode keduanya Prof Doddy, dia adalah pesaingnya, namun mundur saat terakhir, dgn alasan menghormati yang lebih Senior. Pada saat dia jadi Rektor ITB lah, terjadi Gerakan Mahasiswa yang spektakuler, akhirnya dia harus dicopot dari jabatan Rektor itu, lalu untuk sementara waktu terpaksa dirangkap oleh Prof Doddy TA lagi,lalu pemerintah menunjuk Presidium,yang diketuai oleh Prof Dr Soejana Sapiie. Iskandar sangat idealis.
6.Prof Dr Soejana Sapiie, adalah pembimbing tugas akhir saya, saat itu disebut sebagai Pembimbing Skripsi. Soejana Sapiie, Samaun Samadikun bersama Iskandar Alisyahbana dan Dr Muhammadi adalah tokoh muda di Elektroteknik, merekalah Doktor-doktor Elektroteknik yang banyak membawa pembaharuan. Mahasiswa yang dibimbingnya selalu ketakutan,kalau mau menemuinya, karena akan dicecer dulu dengan beberapa pertanyaan,kalau tidak bisa,jangan harap lagi akan berkutik, banyak mahasiswa yang ganti pembimbing, namun saya tenang saja, karena merasa cocok dgn saya, nggak lama tuh tugas akhir saya, hanya beberapa kali pertemuan, konsultasi dgn pembimbing kedua Dr.Firman Tambunan, Staf Ahli Menteri PUTL, saat itu Tenaga Listrik masuk PU. Pak John, demikian dia disapa oleh kolleganya, sangat kuat ingatannya, dimanapun kita ketemu, selalu dia ingat nama kita,satu hal yang luar biasa. Pada saat situasi ITB kritis, karena demonstrasi mahasiswa, pemerintah sampai menunjuk Presidium, dgn ketuanya Dr Soejana Sapiie, dengan cantik beliau bisa mengamankan semua pihak, mahasiswa dia dekati, pemerintah dia rangkul juga, maka ITB bisa normal lagi.Setelah tidak lagi jadi Ketua Presidium ITB, beliau menjadi Penasehat Dirut IPTN,yang saat itu dijabat oleh Dr.Ing BJ,Habibie, yang kemudian hari jadi Presiden RI.
7. Prof Dr Samaun Samadikun, adalah dosen dan pakar Elektronika ITB, pembawaannya sangat bersahaja,pada hal ayahandanya adalah Gubenur Jawa Timur dijaman awal kemerdekaan. Kalau beliau berdiri di kelas,menjelaskan Elektronika, pada hal buat kami mahasiswa Arus Kuat, hanya dapat pengantar dari beliau, sangat enak mendengar penjelasan beliau, sangat menarik. Beliau sama sekali tidak ada sombongnya, pernah satu kali dia mendampingi Menteri Pertambangan dan Energi ke Surabaya, beliau ikut rombongan Menteri, karena sudah diangkat menjadi Dirjen Ketenagaan, sebelumnya beliau adalah Direktur Pembinaan Sarana Akademis di Departemen P & K. Di ITB beliau hanya pernah jadi Ketua Jurusan Elektroteknik, entah gimana caranya beliau bisa loncat ke Departemen. Nah rombongan Menteri, mampir ke Gardu Induk Waru, Substation yang paling besar di Jawa Timur, karena saya yg jadi pimpinan Waru,maka sayalah yang menerima rombongan itu, tentu saja para pejabat PLN pada ikut mendampingi Menteri. Diluar dugaan saya, beliau masih mengenal saya,pada hal hanya sekali memberi kuliah pada saya,maksudku satu mata kuliah dalam satu semester,yaitu Pengantar Elektronika,namun sering ketemu pada saat rapat dgn Tim Akademis Elektro,saya ikut sebagi Ketua Himpunan Mahasiswa Elektro. Tentu saja saya GR, karena beliau masih ingat akan mahasiswanya, satu kenangan yang indah.Setelah jadi Dirjen Ketenagaan, beliau diangkat menjadi Ketua LIPI, menggantikan Prof Doddy Tisnaamidjaya.
8. Kolonel AE Manihuruk, beliau ini sebenarnya bukan dosen ITB, tapi orang dari kampung kami Samosir yang baik hati. Saya satu kelas dgn putrinya Jenny boru Manihuruk di SMP Dua Pangururan. Saya tau akan beliau hanya dari ceritra mulut ke mulut dikampung kami Samosir. Tapi di Bandung, saya mendapat kesempatan bicara dekat dengan beliau, Amang ini bertugas di Seskoad sebagai Dosen. Yang mengagumkan saya, pernah dimuat dikoran





para Jenderal mengikuti kursus kilat di Seskoada,termasuk Mayor Jenderal Amir Mahmud, Pangdam Jaya. Saya tanya Amang ini,gimana perasaan Amang, memberi kuliah pada perwira yg pangkat nya lebih tinggi,jawab beliau santai saja, itu kan dalam ilmu tertentu saja, saya dosen, mereka siswa katanya,dikelas pangkat hilang dulu katanya,he......Amang ini sangat sabar kalau kita mengajukan pertanyaan padanya,dan sabar selalu. Tak lama setelah kursus itu, Amir Mahmud,mengangkat amang Manihuruk jadi Wakil Kepala Staf Kodam Jaya. Amir Mahmud yg jadi Mendagri,menggantikan Basuki Rahmat yang meninggal, telah menjadi Let Jend, dan amang Manihuruk menjadi Kepala Urusan Kepegawaian,dan pangkatnya menjadi Brigjen. KUP berobah menjadi Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara, amang Manihuruk jadi Mayor Jenderal. Pak AE, demikian dia dipanggil oleh rekan-rekannya, adalah tokoh Golkar, dan selesai dari BAKN, sempat menjadi anggota DPR,lalu Wakil Ketua DPA,pangkatnya pun menjadi Letnan Jenderal. Nasehat beliau yang selalu saya ingat adalah Jangan pernah lupakan kampung kita,kalau bukan kita siapa lagi yang mengingatnya ? Mauliate Amang !


Jumat, 28 Maret 2014

Kerja Praktek di PLTU Priok, PLN LMK dan PLN Bandung.

Saya mengucapkan syukur kepada Allah Bapa yang Maha Pengasih, setelah saya Sarjana Muda, disamping masuk Asrama ITB, saya mendapatkan bea siswa dari dua Instansi,yaitu Lemigas, Lembaga Minyak dan Gas Bumi, yang mendapatkan bantuan dari Pertamina, dalam pengembangan dirinya. Bea Siswa kedua saya dapatkan dari Yayasan Supersemar, yang diproses oleh ITB pemberiannya, setiap semester,saya kebagian beasiswa itu ada beberapa Semester, mungkin paling sedikit delapan Semester. Setelah Saya duduk ditingkat tiga, empat dan lima,kuliah saya tidak selancar sewaktu saya di tingkat satu dan dua, mungkin hal itu terjadi karena saya secara sengaja, belajar berorganisasi, namun hal ini tidak pernah saya sesali, karena manfaatnya sangat banyak kudapatkan kemudian hari, jelas sekali dari seorang pemalu menjadi suka bicara didepan umum, walau masih cenderung dalam jumlah terbatas.Walau relatif kuliah kurang lancar, namun kalau dibandingkan dengan teman-teman seangkatan, masih biasa saja, tidak ketinggalan bangat,tapi juga tidak maju bangat, seperti pada awalnya, saat ditingkat satu dan dua. Perlahan-lahan kurencanakan Kerja Praktek, karena hal itu menjadi Kewajiban Mahasiswa selama empat bulan. Kutentukan, dua bulan di PLTU Priok, satu bulan di PLN LMK Duren Tiga Jaksel, saat itu namanya demikian, Lembaga Masalah Ketenagaan, disitu diadakan semacam kajian, pengetesan material, yang lain berbau ilmiah serta aplikasinya. Lalu satu bulan di PLN Cabang Bandung, mempelajari masalah Distribusi Tenaga Listrik.Di PLTU Priok saat itu yg jadi pimpinannya adalah Ir.AD.Kamarga,yang kemudian hari jadi atasan saya, beliau jadi Direktur Pengusahaan PLN Pusat,dan saya salah satu Kepala Dinasnya,dua tingkat dibawahnya. Di Priok saat itu sedang ada pembangunan PLTU unit 3 & 4, bantuan Jepang, sedang PLTU unit 1 & 2, adalah bantuan Jerman. PLTU Priok adalah PLTU pertama di Negara kita ini. Karena saya mahasiswa Elektroteknik, agak sulit juga belajar PLTU ini, banyak Teknik Mesin nya, pada saat kuliah,hanya didapatkan matakuliah Alat-alat Mesin, Menggambar Teknik,Ilmu Logam, Prime Mover (Penggerak Mula), dan Pengantar Teknik Tenaga Listrik. Terasa waktu dua bulan,rasanya kurang, bila dikatakan mau memahami secara mendalam. Sewaktu kerja praktek di PLTU Priok ini, saya memanfaatkan koneksi saya, dengan meminta surat dari Prof Ir Wiranto Arismunandar yg saat itu adalah Pembantu Rektor ITB Urusan Mahasiswa, lalu aku dengan temanku Mangasal Simorangkir, kami bisa mondok di Asrama Mahasiswa UI Rawamangun. Setiap hari kami ikut mobil pegawai PLTU Priok,yang kebetulan lewat depan Asrama Mahasiswa UI itu. Selesai buat laporan,kami berdua sepetinya diuji saja oleh Ir.AD.Kamarga,sebelum beliau membubuhkan tanda tangannya dalam laporan itu. Saya sendiri kemudian hari melanjutkan Kerja Praktek saya di PLN LMK, seperti yg saya jelaskan didepan. Selama kerja praktek di LMK ini, saya mondok atau tepatnya indekost di Kebayuran, tepatnya saya ingat jalan Cipaku, setiap hari aku ikut mobil pegawai yg lewat dari jalan yang ada disamping rumah kost itu. Disini juga buat laporan tentang Pengetesan Alat-alat Tegangan Tinggi, dan percis kayak ujian, oleh bapak Ir. Komari,yang kemudian hari beliau ini jadi atasan langsung saya, dia jadi Kepala Divisi, saya jadi Kepala Dinas, di PLN Pusat. Lalu kerja praktek yang ketiga saya ada di PLN Cabang Bandung selama satu bulan, saya ikutin para tukang-tukang itu, nyambung kabel kalau ada gangguan, pemeliharaan gardu-gardu distribusi. Laporan Saya ditandatangani oleh Ir. Ramelan, yang satu saat kami ketemu di PLN Pusat, sama-sama Kepala Dinas, yah begitulah kerja praktek saya lakukan dengan penuh kesungguhan, yang sangat berguna buat saya,dan kemudian hari jadi bekal saya masuk PLN.....!

Rabu, 26 Maret 2014

Berorganisasi di GMKI dan KM ITB.

Mencintai dan Dicintai adalah Kebutuhan hidup manusia normal. Setelah Cinta Pertamaku gagal, dengan telah menikahnya KN, tentulah bukan pemuda normal,kalau berputus asa karenanya, Patah Tumbuh Hilang Berganti kata Pepatah. Maka kucobalah menghubungi boru Silalahi Sidabariba,yang kukenal di Medan, saat aku datang ke rumah mereka,mengantar kiriman abangnya dari Bandung,berupa berkirim surat,ha........., ketahuanlah bahwa dianya masih sangat muda belia,maklum baru lulus SMP, namun ada perkembangan baru mereka sekeluarga pindah ke Jakarta, dan dia sekolah di SMA Tarakanita, sementara aku nunggu situasi dan kondisi berkembang sedemikian rupa. Di GMKI Bandung, aku mulai ikut kursus pengkaderan, cara berorganisasi, kepemimpinan atau leadership. Saya menjadi Sekretaris GMKI Komisariat ITB, kemudian bertambah lagi menjadi Wakil Ketua Himpunan Mahasiswa Elektroteknik ITB, lalu menjadi Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Mahasiswa ITB, lalu Wakil Ketua GMKI Cabang Bandung. Ada beberapa pengalaman menarik untuk dikenang. Tatkala GMKI Bandung mengadakan konperensi  Cabang Bandung, aku yang hadir sebagai wakil Komisariat ITB, terpilih jadi Ketua Persidangan. Barulah aku memahami betapa sulitnya memimpin sidang itu, mahasiswanya dari berbagai Universitas, ada yg dari ITB, Unpad, Unpar, dll, jelas mereka lebih pintar bermain kata-kata, karena sekolahnya ada yang Hukum, Sosial dan ada juga Kedokteran,dan ITB kebanyakan orang teknik. Kami rapat satu hari penuh, terus berdebat, sana sini ngomongnya, namun aku dengan percaya diri, berani saja mengambil kesimpulan, yang pada mulanya banyak diprotes oleh peserta sidang. Lain lagi tatkala memimpin sidang di MPM ITB, aku dgn Ketua MPM bergantian mimpin sidang. MPM ITB adalah kumpulan para senator atau wakil dari seluruh himpunan mahasiswa yang ada di ITB, setiap jurusan punya Himpunan Mahasiswa. Anggota MPM ITB beranggotakan hampir 60 mahasiswa dan pimpinannya ada tiga orang,dan dibantu seorang Sekum, yang ngurusin administrasi. MPM adalah lembaga tinggi mahasiswa, dialah yang ngangkat Ketua Dewan Mahasiswa ITB. Para anggota MPM itu berkampanye,layak calon anggota Legislatif yang sekarang ini. Sering rapat MPM itu sampai malam, terutama saat pemilihan Ketua Dewan dan pertanggung jawaban Dewan Mahasiswa. Walau mereka orang teknik, tapi dasarnya mereka adalah orang-orang pintar, sehingga pengetahuan umumnya luas. Saat itu kami bangga, ada dua orang Simarmata yang pernah jadi pimpinan MPM ITB,yaitu Jamester Simarmata dan Berlin Simarmata. Pengalaman lain, saya pernah hadir dalam Kongres dan Konperensi GMKI secara Nasional di kota Malang, saat itulah aku berkenalan dengan Bungaran Saragih yang pernah jadi Menteri Pertanian, dan beberapa tokoh GMKI. Pernah juga aku ikut Dewan Mahasiswa ITB, sebagai Wakil Ketua MPM observer, pada Pertemuan seluruh Dewan Mahasiswa Seluruh Indonesia di Bali, tepatnya di Universitas Udayana. Dalam rangka kunjungan ke berbagai kampus, sudah mengunjungi Universitas Gajah Mada, Universitas Airlangga, Universitas Diponegoro dan IPB-Bogor.
Soal Cinta, ada ganjalan, kurang mulus, karena DS berobah pandangan setelah dia SMA di Jakarta,pernah kudatangi kerumahnya,agak cuek-cuek bangat,he.....biasalah Simarmata mana mau mengemis cinta,yah kalau kamu ada pilihan lain,yah kita putus saja,akhirnya tidak sempat berkembang, walau tadinya ada juga harapan akan jadi pasangan suami istri,ternyata jodoh itu ada ditangan Tuhan !



Pulang ke Sumut dan Masuk GMKI.

Setelah aku jadi Sarjana Muda, mulai terasa ada kebutuhan harga menghargai, ada kebutuhan mulai bermasyarakat, karena nanti kalau aku lulus sebagai Sarjana, Ir, apakah aku akan tetap begini, seorang anak muda yg bernama Berlin Simarmata, adalah seorang pemalu, seorang yang cenderung merasa rendah diri, jelas penyebabnya ini karena aku adalah seorang Pemalu, dan sangat kurang bergaul, terutama dikalangan muda mudi, sangat terbatas. Maka kuputuskanlah, saya akan masuk GMKI, sebagai organisasi mahasiswa kristen Indonesia, jelasnya sebagai anak gereja di kampus. Namun sebelumnya aku pulang dulu ke kampung, sudah hampir tiga tahun,aku nggak pernah pulang, kawan-kawan ada yang setiap tahun pulang ke Sumut kalau selagi liburan panjang. Saya sadar akan posisi keuangan orang tuaku, yang serba terbatas, maka sudah kurencanakan nantinya ditengah perjalanan kuliah pulang sekali,lalu setelah lulus Sarjana,pulang dulu sebelum cari kerjaan. Aku naik kapal dari Tanjung Priok, dalam perjalanan dilaut, selama tiga hari dua malam, kapal kami merapat di Belawan,aku naik kendaraan umum langsung ke Tebingtinggi. Rumah kami sudah pindah dari kampung Bandarsono ke rumah yang ada didepan Brimob, tepatnya jalan Siantar, atau jalan Sudirman sedangkan dibelakang rumah adalah jalan Thamrin. Setelah beberapa hari saya di Tebingtinggi, terasalah ada beberapa perubahan hidup kami, adikku Rentinawaty sudah sempat masuk Sekolah Perawat di RS Rambutan, akhirnya kubatalkan agar masuk SMA saja, dan masuk di SMA Negeri Tebingtinggi. Riomsi masih kelas tiga SMP, dan Ober sudah kelas satu SMP Katholik. Ada memang perobahan hidup kami,yang kelihatannya makin baik, namun makin berat dari segi pembiayaan hidup. Namun Tuhan memberi jalan juga,ibukupun mulai ikut dagang di Pajak,macam-macamlah dagangnya. Akupun pulanglah ke Samosir melihat Ompungku yang sudah usia lanjut, namun Ompungku selalu bangga akan diriku,dan aku adalah cucu yang paling disayang, bagi orang Batak aku adalah panggoarinya, disebut juga dongan sagoar, karena namaku lah yang melekat seterusnya dalam diri Ompungku. Setelah dari Samosir, beberapa malam di Tebingtinggi, aku ke Medan menyampaikan ada titipan teman marga Silalahi Sidabariba, kepada adik-adiknya di Medan dan surat kepada orang tuanya,yang saya panggil Tulang, karena Ibu saya boru Silalahi Sihaloho. Tak disangka aku diajak tidur dirumahnya, dan akupun mau saja, satu malam, besoknya aku sudah langsung menemui teman-teman, terutama Cinta Pertamaku KN, rupanya dia sudah akan menikah dalam waktu yang tidak lama lagi dengan marga Siahaan, yang baru saja lulus dari Fakultas Pertanian USU, pantas dia tidak mau lagi membalas suratku selama ini. Kami berpisah secara baik-baik teorinya,namun dalam hati sakit juga,namanya juga Cinta Pertama. Kemudian setelah semua urusan beres,aku balik lagi ke Tebingtinggi,dan ada acara kumpul keluarga, sebelum aku berangkat balik ke Bandung. Di Medan aku sempatkan menemui Tulang Silalahi Sidabariba,siapa tau ada kirimannya buat anaknya yg teman saya itu, ternyata beliau tidak ada dirumah,aku pesan sama Nan Tulang itu, lalu tanpa kuduga muncul putrinya yang masih remaja,katanya anak SMP kelas tiga,he....boleh juga,namanya DS, sempat kucandai, nanti kamu kutunggui lho,he.......besoknya melalui kapal lagi dari Belawan, merapat di Tanjung Priok,bermalam satu malam di rumah abang Rajain Simarmata,lalu ke Bandung. Di Bandung,rencana masuk GMKI,kurealiser, ikut masa perkenalan, lalu diterima jadi anggota. Pada saat pesta inagurasi, aku terpilih jadi Ketua Pesta,kuajak ada teman sekuliah, namanya Oloan Hutagalung, dia sedang pacaran dgn Rose boru Simanjuntak,lalu boru Simanjuntak ini ngajak temannya boru Tambunan dua-duanya mahasiswi Teknik Penyehatan, dikenalin sama aku, namun kurang matching,he.....akhirnya berlalu demikian saja. Itulah kenangan mahasiswa di Bandung.

Selasa, 25 Maret 2014

Sarjana Muda dan Masuk Asrama Mahasiswa ITB.

Setelah keluar Surat Perintah Sebelas Maret 1966, maka mulailah secara berangsur-angsur kondisi Negara normal, maka perkuliahanpun menjadi normal, terutama setelah ada pengaturan waktu kembali. Sewaktu kuliah di tingkat satu, mata kuliah yang dianggap oleh sebahagian besar mahasiswa paling sulit adalah matakuliah matematika, lalu fisika. Untuk mata kuliah matematika, telah menjadi kebiasaan bahwa yang lulus adalah sekitar 30 % dari jumlah peserta. Hampir setiap semester, begitu keadaannya. Bisa dibayangkan bahwa setiap tahunnya pasti bertumpuklah mahasiswa yang ngambil mata kuliah itu lagi. Demikian juga dengan mata kuliah Fisika, lebih gampang sedikit rupanya,kira-kira 40% dari jumlah peserta. Untuk Semester Satu,ada satu mata kuliah Teknik,yaitu Menggambar Teknik. Untuk Semester Dua matakuliah masih hampir sama, yitu Matematika, Fisika, dan matakuliah teknik,yaitu Alat-alat Mesin dan yang lain,seperti Kimia dan bahasa Inggris. Untuk tingkat dua mulai dapat lebih banyak mata kuliah teknik, disamping Matematika, Fisika ada Ilmu Logam, ada Pengantar Teknik Tenaga Listrik dan lain-lain. Ada peraturan di ITB,saat itu, bahwa mereka yang lulus tingkat satu dan dua secara bersih, maka diberi ijazah Sarjana Muda, mereka yang lulus tingkat tiga dan empat secara bersih, diberi ijazah Sarjana Satu atau Sarjana Madya, lalu kalau lulus bersih tingkat lima, jadilah dia jadi Sarjana Penuh, dengan gelar Ir. Kami ada tiga orang mahasiswa Elektroteknik angkatan 1965, yang berhasil mendapatkan ijazah Sarjana Muda tepat dalam dua tahun kuliah,atau empat semester. Pertama Eko Budi Santoso, pemilik Universitas Binus, kedua Poegoeh Sugiharto pernah jadi VP Caltex, dan yang ketiga saya sendiri yang bekerja kemudian hari di PLN.
Setelah Sarjana Muda, saya memenuhi syarat untuk masuk Asrama Mahasiswa ITB, dan saya ditempatkan di Rumah E,jalan Sawunggaling no 7, kini telah berobah fungsi menjadi Hotel ITB " Sawunggaling". Saya yang semula tinggal di Tjisitu Lama,indekost diperumahan rakyat, kini masuk Asrama,yang bertetangga dengan kaum elit Kota Madya Bandung.Hal yang tak terduga, Puji Tuhan !

Senin, 24 Maret 2014

Supersemar, Surat Perintah Sebelas Maret 1966.

Awal Oktober 1966, mulailah kuliah di jurusan Elektroteknik ITB. Namun untuk semester pertama, banyak kuliah yang sifatnya umum, seperti matematika, fisika, kimia dlsb, sehingga yang mengikuti kuliah matematika misalnya ada pengelompokan dari beberapa jurusan, seperti elektroteknik, geodesi, geofisika, disatukan kuliahnya dalam satu semester pertama itu. Mula-mula kuliah berjalan normal, lama-lama situasi perpolitikan di Jakarta merembet ke daerah, terutama ke Bandung. Sikap Presiden Soekarno yang tidak jelas kepada Pemberontakan G30S, Gerakan 30 September, membuat situasi makin kacau. Terbunuhnya beberapa Jenderal,yang oleh G30S/PKI dicap sebagai Dewan Jenderal, membuat masyarakat bingung. Tampilnya Jenderal Soeharto, yang semula adalah tokoh yang kurang diperhitungkan, membuat mahasiswa mulai berani melakukan demonstrasi yang terkenal dengan Tritura, Tri Tuntutan Rakyat, Tiga Tuntutan Rakyat,yaitu Turunkan Harga Bahan Pokok yang telah melonjak naik, Turunkan Harga Bahan Bakar dan Bubarkan PKI. Dari hari ke hari, mulai masyarakat demonstrasi yang dipelopori oleh mahasiswa dgn organisasinya KAMI, Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia. Kuliahpun mulai terganggu, dari hari ke hari, mahasiswa hanya demonstrasi saja, maka Pemerintahpun akhirnya mengundur masa perkuliahan, yang tadinya dimulai kegiatan itu bulan September diundur menjadi bulan Januari tahun berikutnya. Walau demikian kuliah belum juga lancar, akibat sikap Presiden Soekarno yang masih belum tegas. Namun situsi baru tenang, setelah Presiden Soekarno, mengeluarkan Surat Perintah kepada Jenderal Soeharto,yang saat itu sudah menjadi Menteri Panglima Angkatan Darat, yang kemudian hari lebih terkenal, sebagai Surat Perintah Sebelas Maret,karena dikeluarkan pada tanggal 11 Maret 1966, yang intinya memberi wewenang kepada Jenderal Soeharto untuk mengambil segala tindakan yang dianggap perlu, demi menjaga stabilitas dan kemanan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Pemimpin Besar Revolusi Indonesia Soekarno. Secara perlahan tapi pasti, kekuasaan pindah dari Soekarno ke Soeharto, dan bersamaan dengan itu kondisi Negarapun normallah, dan perkuliahanpun normal juga, walau kemudian hari terpaksa diadakan penyesuaian waktu perkuliahan kembali seperti semula, maka secara keseluruhan rugilah satu tahun bangsa dan negara,karena secara akademis dalam satu tahun itu tidak ada menghasilkan sarjana baru, namun masyarakat menjadi tenang, karena PKI sudah dibubarkan dan ditumpas sampai keakar-akarnya. Puji Tuhan !







Jumat, 21 Maret 2014

Menjadi Mahasiswa Institut Teknologi Bandung.

Setelah selesai pendaftaran menjadi mahasiswa ITB, masih ada waktu beberapa hari lowong, sebelum dimulai Mapram, Masa Pra Mahasiswa , dulu lebih dikenal sebagai Masa Perpeloncoan. Waktu yang lowong itu saya manfaatkan untuk mengetahui dari dekat kota Bandung. Ada beberapa alamat yang kubawa dari Tebingtinggi, namun kesulitan juga aku jadinya,karena dari antara alamat itu ada yang sudah berpindah, ada juga yang tidak tau pindah kemana.Capek deh,ha.....,ada alamat yang kudapatkan dari bapak Let Kol TS Marjans Saragih, yang sempat dikenal baik oleh Ayahku sewaktu mereka masih pemuda pada jamannya.
Kami pernah menemui bapak Marjans Saragih ini di Medan, kala itu rumahnya ada di Jalan Gajah Mada,dan Jabatannya Kepala Staf Korem di Medan, kalau nggak salah ingat berkantor di Perguruan Immanuel sekarang ini. Ada dua surat titipannya ke Bandung saat itu,tapi satupun tak bisa kusampaikan,karena kesulitan mencari alamat-alamatnya yang berpindah-pindah. Kemudian satu kali, sebagai orang yang datang dari kampung,yah Samosir,yah Tebingtinggi, saya tergoda satu kali melihat pertandingan balap sepeda motor di Halim Perdana Kusuma, namun bukan kepuasan yang kudapat,malah aku kehilangan uang dari kantongku,sehingga aku kesulitan mau pulang dari Halim ke Tjisitu,yah ampun pengalaman pahit. Kini tibalah saatnya kami mengikuti Mapram, Masa Pra Mahasiswa selama dua minggu. Terasa cukup berat sekali, pagi-pagi sudah harus kumpul dilapangan dekat Aula Barat ITB, dan acara penuh mulai pkl 06.00 pagi sampai pkl 06.00 sore hari. Ada acara ceramah,ada acara latihan fisik,ada acara jurusan,ada acara himpunan, dan banyak lagi. Saat itu yang menjadi Rektor ITB adalah Kol Ir Kuntoaji, yang terkenal dengan bicaranya yang lembut, kemudian Prof Dr Moedomo sbg Pembantu Rektor Urusan Akademis, Prof Dr D.A.Tisnaamijaya sbg Pembantu Rektor Urusan Administrasi dan Keuangan, lalu Dr.Midian Sirait sbg Pembantu Rektor Urusan Mahasiswa. Mereka semua memberikan ceramah,sesuai bidangnya, dan para pimpinan Mahasiswa yang tergabung dalam Dewan Mahasiswa, Himpunan Mahasiswa, dlsb.Acara di Jurusan dpergunakan untuk mengenal Jurusan dari dekat,dan ada penjelasan apa saja yang menjadi kegiatan Kemahasiswaan, baik ditingkat Himpunan maupun ditingkat Dewan Mahasiswa. Menjelang berakhirnya Mapram itu, terjadilah apa yang kemudian hari dikenal sbg Gerakan 30 September 1965, dibawah pimpinan Let Kol Untung,yang disutradarai oleh PKI, Partai Komunis Indonesia. Sampai penutupan Masa Pra Mahasiswa itu, kami masih merasa simpang siur semuanya. Setelah istirahat satu minggu, resminya perkuliahanpun dimulai......dan mulailah jadi Mahasiswa ITB,jurusan Elektroteknik. Puji Tuhan.

Kamis, 20 Maret 2014

Berangkat Menuju Bandung .


Setelah ketemuan dgn abang Rajain Simarmata, saya hanya semalam di Jakarta, tepatnya dirumahnya abang Rajain Simarmata. Abang ini mondok bersama kawan-kawannya yg dari kampung, tetapi mereka sudah pada bekerja, daerahnya masih disekitar jalan Kayu Manis. Sempat juga abang Rajain Simarmata membawaku jalan-jalan di ibukota, selama satu hari itu,atau tepatnya sore hari, karena selesai dulu abang Rajain bekerja di kantornya.Besoknya, yaitu  hari Selasa,aku bersama pak Endang, berangkat ke Bandung dgn Kereta Api, tepatnya kami turun di Cimindi,Cimahi, rumah orang tua pak Endang, besoknya pak Endang kembali ke Jakarta, tentu saja semua akomodasi beliau saya tanggung. Perjanjian kami,aku sementara tinggal di rumah orang tuanya itu, sambil aku melapor atau tepatnya mendaftarkan diri ke ITB, sesuai surat yg kubawa, lalu setelah pendaftaran selesai, barulah aku mencari tempat kost atau sewa kamar,yg dekat ke kampus ITB,begitulah program kerjaku. Singkat ceritra, dalam waktu satu minggu, semua urusan sudah kubereskan, pendaftaran sudah selesai, dan tempat kostku sudah kutemukan, yaitu didaerah Dago Atas,atau tepatnya daerah Tjisitu Lama No: 123 / 154 C. Dari Cimindi aku pamit dgn baik-baik, kubayar semua akomodasi yg aku terima selama satu minggu itu, dan kulaporkan kepada mereka bahwa aku akan tinggal didaerah Tjisitu Lama atau masuk Dago Atas. Kubenahi kamar yang kuterima,aku masuk sebagai anak kost, sudah ada satu mahasiswa Senior, Fisika Teknik yang kost disitu, namanya Erdi Zein, nggak lama diapun lulus dan kerja di Pusri.Akupun melaporlah kepada Ayah dan Ibuku, serta adik-adikku, bahwa aku telah di Bandung, dan bertemu dengan abang Rajain Simarmata di Jakarta. Terima kasih Tuhan atas segala berkatmu.Amin.

Mendarat di Bandara Kemayoran.

Kira-kira pkl 06.00 sore, mendaratlah Pesawat Electra yang saya tumpangi dari Medan (Polonia) ke Jakarta (Kemayoran), saya melihat dari dalam pesawat lampu-lampu sudah menerangi Ibu Kota, khususnya Bandara Kemayoran, sangat terasa indahnya, walau saat itu, tentu belum seperti sekarang ini. Dengan gaya sok tau, saya keluar dari pesawat dan ngambil koper, lalu naik taxi, menuju Jatinegara. Dalam perjalanan sempat kulihat daerah Pasar Senen, kemudian lewat depan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Lalu ke Jatinegara ngapain ? Aku berangkat ini kebetulan hari Sabtu, di Tebingtinggi kudapatkan informasi, bahwa di kantor Kecamatan Jatinegara,ada anak Amangtua Par-Galang, namanya Rajain Simarmata,kerja di kantor kecamatan Jatinegara ini. Sudah kuduga,aku bakal kesulitan menemuinya,karena hari Sabtu, dan sudah malam hari,kira-kira pkl 08.00 malam lah aku berada di kantor kecamatan itu. Semula kuharapkan ada orang atau penjaga kantor yang bisa memberi alamat abang Rajain Simarmata di Jakarta ini. Ompungnya Abang ini dgn Ompungku abang adik, Ompung dia nomor satu, disebut Ompu Jabontor Simarmata, sedangkan Ompungku nomor tiga, disebut Ompu Berlin Simarmata. Begitulah, dengan melihat kepada kenyataan, kepada petugas penjaga kantor itu,aku tidur bersama dia dikantor kecamatan Jatinegara. Dia memang mengenal abang Rajain Simarmata, karena memang bekerja di kantor itu,hanya dia tidak tau alamat rumahnya,karena masih bujang,jadi mondok rame-rame. Maka dgn santai, aku dgn penjaga kantor itu,mungkin namanya polsus kali ya, kemudian hari kuketahui namanya Endang, bermalam dua malam dikantor itu, barulah Senin pagi aku bertemu dgn abang Rajain Simarmata. Abang ini sewaktu saya kelas satu SD,dia sudah kelas satu SMP di Pangururan. Kaget dia atas kedatanganku, namun setelah kuberikan penjelasan, maka Abang inipun berbesar hati, lalu kami merencanakan akan berangkat ke Bandung, kebetulan pak Endang tadi orang Cimahi (Cimindi), diminta bantuannya untuk mengantarkan aku ke Bandung. Puji Tuhan, Dia semua yang ngatur, berangkat ke Jakarta pakai Pesawat, tapi tidurnya dikantoran,nompang di kantor Kecamatan Jatinegara. Puji Tuhan !

Rabu, 19 Maret 2014

Berangkat dari Bandara Polonia .

Setelah semuanya beres, termasuk tiket pesawat yang dibelikan oleh Ayahku, maka sesuai dengan hari yang ditentukan,kami sekeluarga besar, keluarga Ayahku, keluarga Ibuku, dan adik-adikku, dengan mempergunakan satu mobil mini bus, kami berangkat dari Tebingtinggi menuju Medan, tepatnya Bandara Polonia, nama yang disesuaikan dgn nama Negara yang membangunnya Polandia. Maklumlah karena kurang ada pengalaman, entah salah dimana, begitu mobil kami sampai di Polonia, tak lama terus terdengar panggilan, agar penumpang pesawat terbang ' Electra', menuju Jakarta, agar masuk kepesawat,karena akan segera berangkat menuju Jakarta, kuingat kejadian itu kira-kira pkl 04.00 sore. Kami berangkat dari Tebing mungkin sekitar pkl 01.00 siang, entah karena macet di jalan,atau karena jalan rusak, maka kami sampai di Polonia, sangat mepet waktu keberangkatannya. Untunglah aku tidak ketinggalan, maka dengan cepat Ayahku membawa koperku, lalu kami berpelukan,dan aku segera naik pesawat, kayak drama saja,saya belum sempat bersalaman dengan seluruh keluargaku,yang telah bersusah payah mengantarkan aku ke Medan. Mereka ada yang dari Tebing, Dolok Masihol, dari Perdagangan, dan Samosir. Namun Ayahku sempat berpesan, yah sudah berangkatlah Nak, nanti kalau sudah beres semua urusanmu, segera kirim surat. Saya akan minta maaf sama mereka semua, karena kejadian ini adalah kesalahan teknis. Maka terbayanglah aku rasa kecewa mereka,namun Ayahku sudah meneguhkan hatiku, Saya yang meminta maaf sama mereka. Pesawatpun mulailah bergerak,akan tinggal landas, hal yang selama ini nggak pernah kubayangkan,aku naik pesawat,oh Tuhan Maha Penyayang, tanpa terasa,kira-kira pkl 06.00 sore Pesawat Electra mendarat di Kemayoran, Puji Tuhan !

Selasa, 18 Maret 2014

Bersiap-siap menuju Bandung !

Setelah resmi ada surat Pengantar saya terima dari kantor Gubernur Sumatera Utara, maka jadualkupun padat, selama satu minggu, seluruh persiapan harus selesai. Saya langsung pulang ke Tebingtinggi, menemui Ayah dan Ibuku,serta adik-adik. Kulihat wajah Ayahku sangat senang, karena beliau sudah sempat bingung juga akan kuliah dimanakah anakku ini pikirnya, namun diluar dugaannya, Tuhan telah menentukan yang terbaik bagi anaknya, dengan diterimanya menjadi mahasiswa ITB jurusan Elektroteknik. Maka selama di Tebingtinggi segala surat-surat, berupa surat keterangan berkelakuan baik dari Kepolisian, kuurus mana tau satu saat diperlukan di Bandung. Di Rumah kami di Bandarsono, oleh kawan-kawannya, Ayahku didesak juga agar mengadakan Partangiangan, Doa bersama,terutama saudara-saudara sekampung, dan hal itupun berlangsung dengan baik, Ompungkupun dari Samosir, Ompu Berlin Simarmata didatangkan ke Tebingtinggi, walau aku baru sebulan yg lewat pulang ke Samosir. Disela-sela kesibukan semua acara itu,aku masih menyempatkan diri pulang pergi ke Medan, menemui teman-temanku satu Rumah, seperti Saudaraku Aller Simarmata, Kardiman Simarmata, dan Bulgaria Simarmata,tak lupa kutemui juga Cinta Pertama ku itu, KN, namun kami tidak sempat bicara,karena kulihat dia sedang asyik bicara dgn temannya yg lagi ngikut Testing masuk Universitas. Saya tidak mau mengganggunya,sudah menjadi karakterku, hal yang demikian itu, kalau memang jodoh tak akan lari,kalau tidak jodoh,ada saja penyebabnya untuk tidak jadi. Kembali ke Tebingtinggi, lalu kumpul lagi dgn saudara semuanya,dan diputuskan saat itu akan naik pesawat saja, karena kalau naik kapal laut,dikuatirkan akan lama dijalan,dan bisa jadi terlambat. Ayahkulah yang mengurusnya semua,entah gimana beliau ngurusnya,pada hal Ayah Ibuku adalah buta huruf,tidak bisa baca tulis. Tuhan Maha Besar !


Senin, 17 Maret 2014

Menuju Medan, Mengikuti Testing Masuk Perguruan Tinggi.

Setelah semua urusan di SMA Tebingtinggi selesai, maka berangkatlah ke Medan, tinggal bersama teman-teman sekampung,marga Simarmata dari Samosir, dan juga sama-sama di Tebingtinggi, yaitu Kardiman Simarmata dan Aller Simarmata. Kebetulan kedua orang saudara ini, sewaktu saya SMA di Tebingtinggi kelas satu, mereka adalah murid SMEP di dekat sekolahku, Aller Simarmata jadi kelas tiga dan Kardiman Simarmata menjadi kelas dua SMEP. Setelah saya kelas tiga SMA di Tebingtinggi, mereka sudah menjadi kelas dua dan satu SMEA di Medan, karena saat itu SMEA di Tebingtinggi belum ada yang Negeri.
Singkat ceritra, mereka berdua sudah duluan di Medan, dan sewaktu kami Tebingtinggi, saya adalah Senior mereka, kami sama-sama selalu ke mana saja mencari kayu bakar,atau apa saja yang memberi maanfaat,terutama saat kami libur sekolah, saudara ku berdua ini,kalau kami jualan di Pajak Kain menggantikan Orangtua,mereka pintar jualannya,sesuai bakat dan sekolahnya yg jurusan Ekonomi. Saya bergabung dengan mereka di Medan, kalau tidak salah saat itu disebut daerah Kebon Pisang, kemudian hari saat aku bertugas di PLN Wilayah Sumatera Utara Medan,kucari daerah itu tak ketemu,entah apa namanya yg berobah,dan yg kutanyapun bukan orang yg dulu sama-sama aku disitu. Maka akupun mendaftarkan dirilah keberbagai Fakultas yang ada di Medan, terutama USU dan yang lain-lain. Kuingat aku daftar di Fakultas Kedokteran USU, Teknik USU, Pertanian USU, IKIP Medan, dan Akademi Tekstil TD Pardede.
Sementara itu aku ikut Tanterin, Bimbingan Testing di Fakultas Kedokteran USU. Untuk waktu yang lama, Fakultas Kedokteran USU dapat gengsi yang memukau,karena prestasinya menyamai Nasional. Yang mengadakan bimbingan itu adalah GMNI, banyak juga oleh yang lain,seperti CGMI, dan GMKI,namun aku tertarik pada GMNI yang Nasionalis. Satu saat pada siang hari,aku naik sepeda ke kampus Fakultas Teknik USU,Jalan Gandhi Medan, melihat-lihat pengumuman, karena masuk Teknik adalah prioritas pertama, sedangkan Kedokteran karena mahal, hanya untuk cari pengalaman saja, disamping mahal,saingan banyak sekali. Didepan kampus itu,kulihat kok banyak orang berkerumun, melihat Pengumuman, apa itu gerangan, lalu aku ikut lihat,ternyata ada penerimaan pendaftaran Ujian Masuk ITB,jatah Sumatera Utara, kalau tidak salah ada sebanyak tiga puluh orang,dan perjurusan ada yang satu orang,dua orang dan tiga orang. Lalu aku daftar, pilih jurusan Elektroteknik, sesuai cita-cita sewaktu SMA, mau membangun PLTA Asahan,ha......! Ujiannya hanya tiga hari sesudah aku mendaftar, karena rupanya pendaftaran sudah dibuka seminggu,jadi aku ikut itu atas perkenaan Tuhan saja,tidak ada yang memberitahu, dan termasuk hari terakhir pendaftaran. Tiga hari kemudian kami Ujian di Aula Fakultas Tekinik USU, selama dua hari, dan seingatku,ujiannya bisa kujawab dengan baik. Seminggu kemudian sudah ada Pengumuman,aku termasuk yang diterima,dari tiga orang yang diterima utk jurusan Elektroteknik,aku yang urutan pertama,lalu tak terhitung lagi,bagaimana gembiranya hati ini, segera melapor sama Ayahku, dan keluarga,dan akupun kembali lah dulu ke Tebingtinggi. Testing di Fakultas-fakultas yang kudaftarkan tidak ada lagi yang kuikuti. Tuhan Maha Besar !

Minggu, 16 Maret 2014

Membuat Karya Tulis Yang Mendapatkan Pujian !

Aku masuk kelas dua PAL,Pengetahuan Alam, tanpa mengalami kesulitan dalam pelajaran, karena sudah menjadi kebiasaanku untuk senang baca buku, namum dalam perjalanan hidup selama dua tahun, selama kelas dua dan tiga SMA Tebingtinggi, aku mencatat beberapa hal yang diluar dugaanku. Pertama aku ditunjuk oleh kawan-kawan karena maju dalam pelajaran, menjadi Ketua PP, Pengurus Pelajar SMA Negeri Tebingtinggi. Karena pembawaanku yang kurang gaul,agak minder, maka hal ini menjadi masalah besar bagiku, namun guru-guruku mendukung, justru hal itu membuat aku makin terpojok, mau mundur tidak bisa,maju terus sangat sulit bagiku, merobah kepribadian, yang tadinya anak pendiam menjadi anak gaul. Namun akhirnya atas pertolongan Tuhan, satu pekerjaan besar terlaksana juga,yaitu Mengadakan Perayaan Natal seluruh SMA Tebingtinggi, dengan mengundang seluruh tokoh masyarakat, seperti Muspida Kota Madya Tebing, dan para pimpinan dan guru seluruh SMA yang ada di Kota Madya Tebingtinggi.Kedua setelah aku kelas tiga SMA Tebingtinggi, kepengurusan PP SMA menjadi tanggung jawab anak kelas dua,karena anak kelas tiga sudah harus mempersiapkan diri mengikuti ujian akhir. Nah dalam tengah tahun pelajaran di kelas tiga ini Ayahku jatuh sakit, dan setelah konsultasi kesana kemari, dokter memutuskan harus operasi,saat itu operasi usus buntu masih dianggap operasi besar, sekarang aja hal itu dianggap kecil. Aku dan bapakku berunding,

kami berdua,tanpa diketahui ibuku dan adik-adik,kalau operasi gagal,maka aku akan stop sekolah,lalu adik-adik akan lanjut sekolahnya,yaitu adik yang tiga orang, Renti, Riomsi dan Ober. Singkat ceritra,operasi berjalan sukses, begitu Ayahku sadar, maka yang pertama dia panggil adalah aku, baru ibuku dll,karena hanya boleh masuk keruangan hanya satu persatu. Puji Tuhan,akupun bertekad akan terus sekolah lagi,karena Ayahku sudah sehat kembali. Ketiga Aku mengikuti Ujian Akhir,dan akulah satu-satunya murid SMA di Tebingtinggi,yang mendapat hasil Istimewa. Bagi yang lulus,ada tiga pengelompokan,yaitu Cukup, Baik dan Istimewa. Dan saat itu ada kewajiban membuat Karya Tulis, aku pilih judulnya Politik Duni Sangat Dipengaruhi oleh Siapa yang menguasai Minyak Dunia, semua guru terpukau, aku sendiri biasa saja,karena aku memang hobby baca biografi orang-orang besar,seperti Bung Karno, JF Kennedy. Keempat,aku pulang dulu ke Samosir, sebelum meninggalkan kota Tebing, melihat Ompungku dan saudara-saudara yang lain,termasuk melihat Cinta Pertamaku,KN, walau aku pernah kecewa dgn dia,tapi sewaktu kelas tiga SMA,dia ngirim surat kpdku, melalui temannya yang menikah dgn saudara jauh,kuartikan dia mau berbaikan lagi rupanya. Saya datangi dia ke tempatnya, tempat dimana Ayahandanya berpraktek sbg Mantri Kesehatan, semula dia berlagak nggak kenal juga, begitu aku mau pamit, dia suruh aku agar minum dulu,namun tempatnya tidak mengijinkan,karena ramai,aku pamit untuk pulang, dan bilang,mau testing nanti di Medan,diapun bilang hal yang sama. Semuanya ini membuat aku makin dewasa. Puji Tuhan.

Sabtu, 15 Maret 2014

Menjadi murid SMA Negeri Tebingtinggi-Deli.

Kini aku jadi orang Tebing,kata orang kota Lemang, saat itu Walikota Tebingtinggi ada, Bupati Deli Serdang juga ada dikota yg sama, namun beberapa tahun kemudian,pindah ke kota Lubuk Pakkam. Rumah kami sekarang ini ada di Kelurahan Bandarsono, sebelumnya aku sempat ingat kami ada dirumah kontrakan di bahagian dalam daerah km dua, lalu pindah ke km satu, percis di jalan yang berpisah dua,bila datang dari Pematang Siantar, yang satu langsung menuju kota Medan, melalui kota Tebing juga,yang satu masuk kota dulu, tepatnya kestasiun bus dalam kota,baru melanjutkan perjalanan ke berbagai kota,ada yg ke Medan, ada yang ke Rantau Parapat, ada keberbagai  daerah perkebunan disekitar kota Tebing itu. Setiap pagi aku berangkat dari rumah pkl 06.00 pagi, naik sepeda, mampir sebentar ke Pajak Kain, tempat bapakku berjualan kain, membantu bapak buka usahanya,biasanya aku disuruhnya aku minum teh susu,lalu melanjutkan perjalanan ke arah Timbangan, jalan menuju Medan. Pelajaran dimulai kira-kira pkl 7.30 wib,aku masih pakai celana pendek, dan sepatu karet, di Pangururan selama ini, celana pendek juga, namun tanpa Sepatu. Semula aku dianggap 'rendah' oleh kawan-kawan, biasalah,karena kelihatan sekali kampungannya,he....,namun setelah ujian kwartal, aku yang mereka tidak anggap, ternyata aku yang juara kelas, alangkah kagetnya mereka semua, dan itu berlangsung selama aku jadi murid SMA Negeri Satu Tebingtinggi (saat itu SMA baru satu saja ). Kelas dua mulai aku pakai celana panjang, karena malu juga diejekin terus,namun tetap pakai Sepatu karet. Saat kami jadi kelas satu, masih bersama-sama, belum ada pembagian jurusan, setelah masuk kelas dua, saat itu adalah pembagian jurusan,yaitu Pasti, Pengetahuan Alam, Sosial dan Budaya, aku masuk PAL, Pengetahuan Alam. Saat kenaikan kelas satu ke dua, ada libur panjang,aku pulang ke Samosir,ingin ketemu Ompungku dan Namboru, dan sekalian mau melihat Cinta Pertamaku KN. Kudengar, setelah lulus SMP kelas tiga dari Medan, dia melanjut di SMA Pangururan, karena ortunya mendapat promosi jadi Kepala Rumah Sakit Umum di Pangururan, walau hanya seorang Mantri, namun pengalamnya telah banyak. Datanglah aku ke Pangururan, rumah mereka di Tajur, saat itu hari Rabu,pas lagi ada Pasar Rabu, aku naik sepeda dari Simarmata ke Pangururan. Aku nekad datangi KN kerumahnya,pas dia lagi nyeterika, rumah itu besar sekali,pekarangannya luas, karena merupakan Rumah Dinas Dokter yang jadi Kepala Rumah Sakit. Karena KN berlagak nggak kenal, biasalah,harga diriku dibanting, saat itu dia lagi mekar-mekarnya,gadis SMA kelas satu, mungkin sudah banyak teman-temannya anak SMA kelas satu,dua dan tiga, dan akupun pulanglah dgn rasa kecewa, namun pantang bagiku menangisi keadaan,he......!

Jumat, 14 Maret 2014

Meninggalkan Pulau Samosir Menuju Tebingtinggi-Deli.

Setelah lulus SMP Negeri Pangururan, dan mengurus semua surat-surat yang diperlukan,antara lain Ijazah SMP dan yang lainnya, maka direncanakanlah berangkat menuju kota Lemang, Tebingtinggi-Deli. Selama ini kalau aku pulang dari Pangururan ke Simarmata, hari Sabtu malam biasanya aku makan bersama Ompungku Ompu Berlin Simarmata, dirumahnya yang telah diwaris kan sama aku. Walau Ompungku boru yg asli sudah dipanggil Tuhan, Ompungku penggantinya sungguh baik, dia terlihat lebih sayang padaku dari pada sama anak-anaknya yg kandung. Lalu besoknya ,hari Minggu, sebelum aku balik ke Pangururan,aku makan di tempat Namboruku nomor tiga, dia kemudian digelar sbg Nai Arsen boru Simarmata sesuai dgn nama anaknya yg pertama,hasil pernikahannya dgn Amang boru marga Manik. Lho kemana ortumu ? Sejak peristiwa pemberontakan PRRI, ibuku dan adikku tiga orang nekad pindah ke Tebingtinggi, mengikuti Ayahku yg sudah terlebih dahulu pindah atau merantau ke Kuala Simpang dan Tebingtinggi. Semula Ayahku tidak setuju,karena persiapan pindah tidak ada, namun tekanan physichologis PRRI membuat Ibuku nekad, dgn segala pengorbanan yg ada. Sebelum aku meninggalkan Samosir, teringat juga Cinta Pertamaku,yg tidak tau ujung pangkalnya, kami pisah saat kenaikan kelas dua ke kelas tiga, aku tetap di Hariara Tolu, dan KN pindah ke SMP Pasar,disebut begitu karena SMP yg lama ini dekat Pasar atau Pekan. Kemudian kudengar KN pindah ke Medan, dia selanjutnya di Medan meluluskan SMP nya. Apa penyebabnya kurang jelas bagiku,karena tidak ada komunikasi. Kemudian aku pamit kepada Ompungku yg sangat menyayangiku dan Namboruku Nai Arsen, kini aku melangkah kedunia baru bagiku, satu kota yg asing, karena selama ini aku menjadi murid di kampungkami, Negeri Simarmata dan Pangururan. Selamat Berjuang !

Kamis, 13 Maret 2014

Mendaki Gunung Pusuk Buhit !

Setelah kami selesai ujian akhir SMP, maka kami anak kelas tiga yang kost-kost-annya dekat, berencana sebagai perpisahan, dengan mendaki Gunung Pusuk Buhit bersama, kami ada kira-kira 15 orang. Sebelumnya diadakan rapat atau rembug-an,tentang logistik, bekal berupa makanan selama dalam perjalanan. Sampailah pada hari yang ditetapkan, kami berangkat dari rumah tempat kami mondok di Pangururan,kira-kira pukul empat pagi. Tidak sampai setengah jam, kami sudah sampai di Tanjung Bunga melalui Tanoponggol. Dari Tanjung Bunga kami mulai mendaki, mula-mula tidak terasa, bahwa jalan yg kami lalui, sudah menanjak, mungkin karena rame-rame, terasa seperti datar saja, namun lama-lama, mulailah kelihatan danau Toba dan pulau Samosir sedikit demi sedikit. Kira-kira tepat pukul enam pagi, disaat matahari terbit, kami sudah ada dipuncak gunung Pusuk Buhit. Saat itu ada bangunan tembok yang tingginya kira-kira hanya satu meter saja,lalu kita bisa berdiri gantian dgn teman-teman, terlihatlah kalau kita memandang pulau Samosir,arah kekiri danau Toba yg terhampar luas, yaitu antara Negeri Simarmata dgn Silalahi, dan inilah yang disebut Tao Silalahi, danau yg paling luas, antara pulau Samsir dgn pulau Sumatera.
Kearah kanan,kalau kita menghadap pulau Samosir, terlihat hamparan danau Toba yang sempit, antara pulau Samosir dgn pulau Sumatera, malah ada daerah yg bisa berkomunikasi dgn berteriak-teriak,dan hal itu diperkuat dgn adanya Tanoponggol yg merupakan pertemuan pulau Samosir dgn pulau Sumatera yg paling paling dekat, dan dihubungkan dgn sebuah jembatan, dan daerah itulah yg disebut Tanoponggol, Tanah Terputus maksudnya, kadang kapal tidak bisa lewat dibawah jembatan itu, karena airnya dangkal, maka harus dikeruk.  Kami semua yg ada dipuncak gunung Pusuk Buhit kedinginan, maka benarlah makin tinggi daerah itu makin dinginlah temperatur udara sekeliling. Kami rame-rame makan pagi dipuncak gunung itu, karena sudah capek dalam perjalanan, capek karena kedinginan, lalu makanlah sepuasnya. Kira-kira pukul sembilan pagi, kami mulai turun dari puncak gunung, tidak lagi melalui jalan yg kami lalui saat mendaki, tapi dari jalan lain,yg melalui Aek Rangat,dan disana kami istirahat beberapa lama setelah capek dalam perjalanan karena jalannya menurun,takut tergelincir, kami minum-minum teh manis,karena daerah ini sudah sejak lama jadi daerah wisata, saat itu memang hanya satu Warung kopi,atau orang Batak bilang Kedai Kopi,dan ada jualan Lampet, tentu saja disamping Kopi. Selanjutnya kami kembali ke Pangururan,melalui jalan yg sangat biasa dilalui masyarakat. Sore hari sampailah kami masing-masing dirumah tempat kami kos-kosan. Satu kenangan yg indah . 

Cinta Pertama !

Saat Saya kelas dua SMP Negeri Pangururan, kira-kira baru kwartal pertama, datanglah seorang pelajar putri, masuk kelas kami, namanya KN, dia pindahan dari SMP Simanindo, kira-kira 5 km dari Negeri Simarmata. Semula SMP ini masih persiapan Negeri, karena dianggap ke Ambarita terlalu jauh, maka murid-murid SD dari Parbaba, Simarmata dan Simanindo bisa bergabung di SMP Simanindo ini, namun kenyataannya tidak demikian, anak-anak SD Simarmata dan SD Parbaba,tetap saja ke Pangururan, maka proses SMP Simanindo menjadi Negeri terhambat,kurang murid,nah lalu bubar,maka KN pun ikut pindah bersama kawan-kawannya ke Pangururan.Singkat ceritra, KN rupanya adalah putri Amang Mantri Kesehatan, yang populer dgn sebutan Mantri Gembira,karena orangnya suka tertawa terbahak-bahak, bergembira dalam banyak hal,dan melayani untuk Negeri Parbaba,Simarmata dan Simanindo. Setelah KN jadi murid baru dikelas kami, ketahuanlah bahwa dia termasuk anak cerdas juga, malah jadi rivalku,atau tegasnya dia nomor dua dan saya nomor satu dikelas itu. Kemudian kami berpisah pada saat kenaikan kelas,dia jadi murid kelas tiga di SMP Pasar, dan aku di SMP Hariara Tolu,walau masih tetap satu SMP Negeri, kami sudah jarang ketemuan. Lalu sejak kapan ada perasaan suka atau cinta itu, nggak jelas juga, namun kejadian ini adalah kira-kira permulaannya. Menjelang kenaikan kelas itu, kami ada enam orang murid kelas kami,tiga laki tiga perempuan,yg laki ketiganya Parna, dua Sitanggang dan aku Simarmata, dan yg perempuan dua boru Nainggolan dan satu boru Sitanggang,ito kami. Kami berwisata ke Aek Rangat (Air Hangat) di Gunung Pusuk Buhit. Aku jujur saja,masih celana pendek, demikian juga kedua temanku ini, kami mandi-mandi di Aek Rangat itu, sepuasnya, lalu makan siang,yg telah dipersiapkan ito boru Sitanggang itu. Pada saat selesai mandi itu, aku nggak bawa handuk, lupa bawa atau gimana, rupanya KN melihat aku kebingungan,mau keluar dari Air Hangat itu, lalu dia sodorkan handuknya buat aku pakai, lho kok ke aku pikirku, sementara temanku yg dua lagi, tidak dia perhatikan,entah ada atau tidak handuknya nggak jelas. Setelah selesai mandi handuk KN kukembalikan, dan tersipu-sipu aku malu,karena nggak punya apa-apa.
Setelah makan siang,kami pulang dan berpisah kelas,jujur mulai saat itu aku suka ingat KN, namun hanya sampai itu saja,he......namanya juga cinta pertama,suka ingat anak gadis,he....awakpun celana pendek pula !

Rabu, 12 Maret 2014

Menjadi Saksi Pemberontakan PRRI.

Saya jadi murid SMP Negeri Pangururan, mulai tahun 1959 sampai tahun 1962. Ditahun-tahun itulah terjadi Pemberontakan PRRI, Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia, yg berdalih bahwa Pemerintah Pusat tidak memperhatikan Daerah. Serentak dengan itu timbul juga Pemberontakan Permesta. Kalau PRRI berpusat di Sumatera, di kota Padang, maka Permesta berpusat di Sulawesi di kota Manado. Semula PRRI dapat dukungan dari masyarakat Sumatera, namun lama-lama dukungan itu menurun dan hilang, ada beberapa penyebabnya antara lain karena nyata-nyata PRRI dibantu oleh AS, dan kemudian setelah bantuan itu tidak ada lagi, para tentara PRRI mulai ngawur, mulai melakukan tindakan tidak terpuji. Saya saksikan sendiri gimana para tentara pemberontak itu dimalam hari turun dari gunung (dolok),lalu mereka seenaknya ngambilin jualan kami di kampung,ya kue,ya gula,ya beras,apa saja diambil. Itu kejadian kebetulan aku pulang dari Pangururan ke Simarmata pada hari Sabtu, malamnya datanglah para tentara pemberontak itu. Tentara Pusat,yang diwakili oleh Siliwangi, dgn cantiknya, cepat dapat memikat hati rakyat, ngajak main bola bersama,dan kegiatan lain, maka tentara Pusat dalam hal ini Siliwangi, cepat menguasai Samosir. Teringat bagaimana TNI itu memasuki Pulau Samosir melalui Tele, kaki Gunung Pusuk Buhit, begitu mereka sampai di Tanjung Bunga,dekat Tano Ponggol, jembatan yg menghubungkan pulau Samosir dan pulau Sumatera, mereka mengadakan tembakan-tembakan peringatan,dan kamipun masuk daerah yang agak tersembunyi, dari  peluru,tepatnya kami bersembunyi di bawah rumah. Menyedihkan memang,kalau perang dengan Belanda jelas siapa musuh,tapi kalau perang Saudara, sungguh merepotkan,dan menyedihkan,karena banyak korban yg tidak perlu.Kira-kira tahun 1962, saat aku meninggalkan Pangururan, PRRI sudah kembali kepangkuan ibu pertiwi. Untuk Daerah Sumatera Utara, Pangdam Kodam Bukit Barisan Kol M.Simbolon terlibat sepenuhnya dgn PRRI dan bertindak sbg Menlu PRRI,dan Let Kol Jamin Ginting mantan Kepala Staf Kodam, menjadi Panglima Kodam Bukit Barisan.Semoga hanya sekali itulah ada perang saudara di negara kita ini.

Menjadi Murid SMP Negeri Pangururan.

Setelah Lulus SD Negeri Simarmata, maka kami didaftarkan oleh Kepala SD menjadi murid SMP negeri Pangururan,hal ini berlangsung sekitar bulan Juli 1959. Saat itu di Pangururan hanya ada satu SMP Negeri,
dan ada satu SMP Katholik,atau sering disebut SMP Budi Mulya. Karena Pangururan dari kampung kami, relatif jauh,kira-kira 15 km, saat itu belum punya sepeda yg baik, maka kami kebanyakan sewa kamar di Pangururan. Aku gabung dengan saudara-saudara ku satu Ompung dari pinompar Ompu Ajam Simarmata,
yaitu Udaku Muther Simarmata yg menjadi ayahandanya Sahat Simarmata, atau anak kelima laki dari Ompungku, lalu Abang Pardomuan Simarmata, cucu dari Ompu Jabontor Simarmata, dan abang Jones Simarmata, cucu dari Ompu Jones Simarmata. Kami berempat sewa satu kamar dari rumahnya Amangboru Situmorang, yg istrinya boru Parna, boru Sidauruk, boru dari Kepala Negeri Simanindo.Amangboru ini saat itu adalah Wakil Camat di Kecamatan Pangururan yg berkantor di Pangururan itu.
Permulaan menjadi murid SMP, tentu ada perasaan aneh, kenapa aneh,karena sewaktu SD di Simarmata, maka yg menjadi guru kelas satu misalnya Amang Simanihuruk,maka untuk semua pelajaran, beliaulah untuk semua pelajaran dikelas satu itu. Nah di SMP sudah lain, satu guru Aljabar, satu guru Sejarah dst,mula-mula kaget juga,tapi lama-lama bisa menyesuaikan diri. Walau kami resminya satu SMP Negeri Pangururan, namun mulai kami telah dipersiapkan pemisahan, akan ada dua SMP, yaitu SMP Negeri Satu Pangururan dan SMP Negeri Dua Pangururan. Caranya, Kelas Satu A,B,C,D,ada di SMP Lama yg dekat Pantai/Pasar,dan Kelas Satu E,F,G,H,yg bangunannya baru,ada di Hariaratolu.Tapi pemisahan resminya baru dilakukan setelah saya tinggalkan beberapa tahun kemudian. Kemudian ada beberapa pengalaman menarik juga,kalau di kampung kami, bahasa pengantar disekolah kadang campur aduk,kadang bahasa Batak, kadang Bahasa Indonesia, dan kamilah mungkin yg terakhir belajar Tulisan Batak. Lalu satu saat ada guru nanya, Siapa Nama, misalnya pertanyaan itu ditujukan pada saya lalu saya jawab, Berlin, maka kontan dapat paaaak, aduh sakitnya pipi kena tampar, jawaban yg benar adalah Berlin pak, nah jaman itu memang kita sangat menghormati guru, dan itulah kondisinya, lalu tugas-tugaspun tidak pernah terabaikan. Menghormati guru adalah hal yang wajib dan tulus kita lakukan, sekarang baru sadar betapa besar,jasa guru itu. Ok...!